Terimakasih anda telah mengunjungi blog kami ....

PTK

Strategi Pengelolaan Kelas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Di Sekolah Menengah Atas Negeri (Studi Kasus Di SMAN 1 Kepanjen Malang)
Maret 9, 2009 — Wahidin

Oleh: Wiwik Ida Kurotul Aini

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan “Strategi Pengelolaan Kelas Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa”. Peranan guru sebagai manajer dalam kegiatan belajar di kelas sudah lama diakui sebagai salah satu faktor yang penting dalam meningkatkan prestasi belajar siswa. Guru sebagai tenaga profesional, dituntut tidak hanya mampu mengelola pembelajaran saja tetapi juga harus mampu mengelola kelas, yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran. Oleh karena itu sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu di semua jenjang pendidikan, penerapan strategi pengelolaan kelas dalam pembelajaran merupakan salah satu alternatif yang diyakini dapat digunakan untuk memecahkan persoalan yang mendasar dari permasalahan pendidikan di tanah air.

Kata Kunci: strategi pengelolaan kelas, prestasi belajar, siswa

Ujian Akhir Sekolah yang disingkat UAS dengan Ujian Akhir Nasional yang disingkat UAN, selalu dilaksanakan setiap akhir tahun pelajaran oleh semua sekolah mulai dari SD sampai SMA dan SMK. Tujuan utama Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Akhir Nasional adalah untuk (a) mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik, (b) mengukur mutu pendidikan, (c) mempertanggung jawabkan penyelenggaraan pendidikan secara nasional, propinsi, kabupaten/kota, dan sekolah kepada masyarakat. Kegiatan tersebut merupakan salah satu upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagai mana tertulis dalam Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3 sebagai berikut :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional tersebut Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional berupaya mengadakan perbaikan dan pembaharuan sistem pendidikan di Indonesia, yaitu dalam bentuk pembaharuan kurikulum, penataan guru, peningkatan manajemen pendidikan, serta pembangunan sarana dan prasarana pendidikan. Dengan pembaharuan ini diharapkan dapat dihasilkan manusia yang kreatif yang sesuai dengan tuntutan jaman, yang pada akhirnya mutu pendidikan di Indonesia meningkat.

Peningkatan mutu pendidikan akan tercapai apabila proses belajar mengajar yang diselenggarakan di kelas benar-benar efektif dan berguna untuk mencapai kemampuan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diharapkan. Karena pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Adam dan Decey (dalam Usman, 2003) mengemukakan peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: (a) guru sebagai demonstrator, (b) guru sebagai pengelola kelas, (c) guru sebagai mediator dan fasilitator dan (d) guru sebagai evaluator.

Sebagai tenaga profesional, seorang guru dituntut mampu mengelola kelas yaitu menciptakan dan mempertahankan kondisi belajar yang optimal bagi tercapainya tujuan pengajaran. Menurut Amatembun (dalam Supriyanto, 1991:22) “Pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru dalam menciptakan dan mempertahankan serta mengembang tumbuhkan motivasi belajar untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan”. Sedangkan menurut Usman (2003:97) “Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif”. Pengelolaan dipandang sebagai salah satu aspek penyelenggaraan sistem pembelajaran yang mendasar, di antara sekian macam tugas guru di dalam kelas.

Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi pengelolaan kelas sangat mendasar sekali karena kegiatan guru dalam mengelola kelas meliputi kegiatan mengelola tingkah laku siswa dalam kelas, menciptakan iklim sosio emosional dan mengelola proses kelompok, sehingga keberhasilan guru dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan, indikatornya proses belajar mengajar berlangsung secara efektif.

Keberadaan SMA Negeri 1 Kepanjen, dengan prestasi akademis yang diraih yaitu perolehan Nun relatif baik, perolehan kejuaraan pelajar teladan, perolehan kejuaraan olympiade ilmu pengetahuan maupun dalam bidang karya ilmiah baik tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota. Demikian pula berbagai prestasi dalam bidang kegiatan (Non Akademis) diantaranya kejuaraan PMR, Pramuka, Marching Bands untuk tingkat Propinsi, Kabupaten/Kodya. Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi pengelolaan kelas kaitannya dengan proses dan hasil pembelajaran di sekolah, menjadi hal yang menarik untuk dijadikan fokus penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh diskripsi yang jelas dan rinci tentang strategi guru dalam: (1) Membuat perencanaan pembelajaran, (2) Membangun kerjasama dalam pembelajaran, (3) Pemberian motivasi belajar siswa, (4) Menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, (5) Meningkatkan disiplin siswa dan (6) Evaluasi proses belajar mengajar

METODE

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dalam bentuk studi kasus. Tehnik penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) wawancara mendalam (in depth interview) yang diperoleh dari: sepuluh guru mata pelajaran, satu konselor sekolah, wakil kepala sekolah bidang kurikulum, kesiswaan, hubungan masyarakat dan sarana prasarana, kepala sekolah dan mantan kepala sekolah, (2) observasi partisipan (participant observation) dilakukan pada saat pembelajaran di kelas, Laboratorium, Perpustakaan dan di ruang tatib, dan (3) studi dokumentasi yang bersumber dari non insani, yaitu dokumen pribadi guru dan dokumen resmi sekolah.

Analisis data dilakukan selama penelitian ini berlangsung dan didasarkan atas langkah-langkah Miles & Huberman (1992), yaitu: (1) reduksi data, (2) penyajian data, (3) penarikan kesimpulan dan verifikasi. Pengecekan keabsahan data dilakukan dengan menggunkan: (1) derajat kepercayaan (credibility) yaitu trianggulasi dan pengecekan teman sejawat, (2) kebergantungan (dependability), dan (3) kepastian (confirmability)

HASIL

Hasil penelitian sesuai dengan fokus dan berdasarkan paparan data, temuan penelitian adalah sebagai berikut:

Pertama bagaimana strategi guru dalam menyusun rencana pembelajaran?

Strategi menyusun rencana pembelajaran adalah sebagai berikut Kepala sekolah melalui kebijakan yang dituangkan dalam tugas guru, mewajibkan para guru untuk membuat program mengajar yang berupa: silabus, Analisa Materi Pelajaran, Program tahunan, Program Semester, dan Rencana Program Pembelajaran. Pembuatan program pembelajaran disusun secara bersama-sama melalui pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran yang ada di lingkungan sekolah yang selanjutnya dimantabkan melalui pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran tingkat Kabupaten. Selanjutnya perangkat mengajar diserahkan kepada wakil kepala sekolah bidang kurikulum untuk dikoreksi dan ditanda tangani oleh kepala sekolah. Pada saat mengajar, para guru selalu membawa perangkat pembelajaran dengan maksud agar proses belajar mengajar berjalan dengan terarah, dan tujuan yang dirumuskan dalam program bisa tercapai. Dan bila selesai mengajar perangkat mengajar disimpan di almari guru masing-masing yang telah disediakan oleh sekolah, dengan demikian bila diperlukan perangkat mengajar sudah ada di sekolah dan terjaga keamanannya.

Kedua, bagaimana strategi guru dalam membangun kerjasama dengan siswa dalam proses belajar mengajar?

Kegiatan guru yang profesional merupakan kegiatan atau tugas guru yang rutin yang dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan profesionalismenya. Mengingat input yang masuk SMA Negeri1 Kepanjen, tiap tahunnya rata-ratanya tinggi, maka untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi akademis siswa, guru berupaya untuk melibatkan siswa secara optimal dalam pembelajaran yang dikelolanya.

Dalam menjalin kerjasama dengan siswa, strategi yang diterapkan oleh guru SMA Negeri 1 Kepanjen adalah sebagai berikut: (a) menjalin hubungan baik dengan siswa, (b) berusaha memahami latar belakang siswa, (c) penguasaan materi dan cara penyajiannya menarik, (d) penggunaan model mengajar yang bervariasi dan (e) memberi pembinaan khusus bagi siswa bermasalah.

Pengembangan sekolah memiliki arti tersendiri bagi sekolah ini, sehingga sekolah tidak hanya menjalin kerjasama dengan siswa saja, tetapi sekolah juga menjalin kerjasama dengan orang tua/wali, perguruan tinggi, instansi pemerintah dan alumni. Adapun bentuk kerjasamanya adalah sebagai berikut: pengadaan sarana dan fasilitas sekolah, rekrutmen calon mahasiswa, penyaluran bakat dan minat siswa melalui kegiatan ektrakurikuler dan pengadaan pembina ekstra kurikuler. Kerjasama dalam hal ini, tidak hanya dilakukan melalui kegiatan pembelajaran di kelas saja, melainkan melalui kegiatan sekolah secara keseluruhan yang mengarah pada upaya peningkatan prestasi belajar siswa.

Ketiga, bagaimana Pemberian Motivasi belajar terhadap siswa

Mengingat input siswa baru yang masuk ke SMA Negeri 1 Kepanjen setiap tahunnya tergolong tinggi, demikian pula secara umum motivasi belajar siswanya bagus, sehingga pemberian motivasi terhadap siswa adalah sebagai berikut: (a) khususnya siswa kelas tiga selalu diberi latihan-latihan soal, (b) pemberian tugas untuk praktek lapangan, (c) mengikut sertakan siswa dalam kegiatan ilmiah, (d) mengkomunikasikan hasil belajar siswa melalui papan pengumuman maupun melalui pertemuan dengan orang tua, (e) pemberian reinforcement, (f) penggunaan media dalam pembelajaran dan (g) pemberian layanan bimbingan.

Dengan pemberian motivasi dalam bentuk pemberian tugas pada siswa, khususnya di SMA 1 Negeri Kepanjen, hasilnya efektif sekali karena dengan strategi tersebut mampu mempertahankan dan meningkatkan prestasi belajar siswa.

Keempat, bagaimana strategi dalam menciptaan Iklim Pembelajaran

Agar pelaksanaan pembelajaran di kelas berlangsung dengan lancar dan efektif, maka pihak sekolah dalam hal ini kepala sekolah, staf dan guru melakukan upaya berupa: (a) petugas tatib selalu mengantisipasi berkeliling di lingkungan sekolah untuk mengontrol tempat-tempat yang rawan, (b) waka kesiswaan mengadakan razia di dalam kelas dengan dibantu petugas tatib dan guru pembimbing, (c) dalam mengajar guru berusaha memahami karakter siswa, (d) guru berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang demokratis, (e) guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang kesulitan pelajaran atau masalah lainnya, dan (f) guru berusaha menciptakan kemudahan siswa dalam mempelajari pelajaran eksak. Dengan strategi seperti diatas, maka iklim di lingkungan SMA Negeri Kepanjen, memungkinkan terciptanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga siswa merasa senang dan betah berada di sekolah selama jam efektif kegiatan belajar mengajar, bahkan hingga sore hari untuk mengikuti kegiatan tambahan.

Kelima, bagaimana Upaya dalam Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa

Karakteristik SMA Negeri Kepanjen adalah semua warganya mulai dari pimpinan sekolah, guru, karyawan dan siswanya memiliki budaya disiplin yang tinggi. Namun demikian pihak sekolah tetap mempertahankan serta melestarikan budaya disiplin yang sudah bagus ini untuk ditingkatkan menjadi menjadi kultur disiplin yang mandiri. Adapun strategi untuk meningkatkan disiplin, sebagai berikut: (a) sekolah memiliki sistem pengendalian ketertiban yang dikelola dengan baik, (b) adanya keteladanan disiplin dalam sikap dan prilaku mulai dari pimpinan sekolah, guru dan karyawan, (c) mewajibkan siswa baru untuk mengikuti ekstrakurikuler Pramuka, (d) pada awal masuk sekolah guru bersama siswa membuat kesepakatan tentang aturan kelas, (e) memperkecil kesempatan siswa untuk ijin meninggalkan kelas, (f) setiap upacara hari senin diumumkan frekuensi pelanggaran terendah. Dengan strategi tersebut diatas kultur disiplin siswa bisa terpelihara dengan baik, suasana lingkungan belajar aman dan terkendali sehingga siswa bisa mencapai prestasi belajar yang optimal.

Keenam, bagaimana pelaksanaan Evaluasi Proses Belajar Mengajar

Evaluasi dalam pembelajaran di SMA Negeri Kepanjen ada dua macam yaitu: (1) penilaian terhadap hasil belajar siswa, (2) penilaian terhadap proses pengajaran.

Penilaian terhadap hasil belajar siswa baik dari ulangan harian, ulangan semester, Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Akhir Nasional menunjukkan hasil yang memuaskan, berdasarkan data perolehan ulangan semester, perolehan Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Akhir Nasional, SMA Negeri Kepanjen selalu menduduki posisi rangking 1, 2, dan 3 untuk wilayah kabupaten Malang. (Data dari DikNas Kabupaten Malang).

Penilaian terhadap proses pengajaran, berdasarkan hasil wawancara, observasi peneliti dan supervisi kepala sekolah, bahwa kompetensi guru dalam pembelajaran di kelas sudah bagus sekali, bahkan guru senior selalu menularkan etos kerja yang bagus, baik dalam melaksanakan tugas mengajarnya, tugas mengadministrasi hasil mengajar, maupun tugas tambahan dari sekolah. Demikian juga para guru SMA Negeri 1 Kepanjen memiliki komitmen mempertahankan prestasi sekolah yang sudah bagus ini untuk lebih ditingkatkan lagi sehingga prestasi siswa menjadi optimal. Keberhasilan SMA Negeri Kepanjen dalam mengukir prestasi didukung oleh: (a) input siswa yang tinggi, (b) etos kerja guru tinggi, (c) iklim sekolah yang kondusif, (d) adanya tanggung jawab moral dari guru senior untuk menularkan etos kerja yang tinggi terhadap guru baru, (e) peningkatan profesional guru melalui kegiatan Musyawaah Guru Mata Pelajaran, Diklat dan Workshop , (f) bimbingan belajar bagi semua siswa, (g) bimbingan prestasi bagi siswa peringkat 1-5 dari masing-masing kelas, (h) conversation bekerjasama dengan AMECC, dan (i) debat bahasa Inggris.

PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan penelitian tersebut diatas, untuk fokus pertama yaitu strategi guru dalam menyusun rencana pembelajaran? Sebelum tahun ajaran baru, kepala sekolah mengadakan rapat kerja dengan kegiatan membuat rencana kegiatan pembelajaran selama setahun kedepan yaitu menyusun silabus, analisa mata pelajaran, program tahunan, program semester dan rencana program pembelajaran. Semua guru berusaha membuat perencanaan dengan baik, bahkan ada suasana berlomba untuk membuat program mengajar yang baik dan berupaya selesai duluan. Pada hakekatnya bila suatu kegiatan direncanakan lebih dahulu, maka tujuan dari kegiatan tersebut akan lebih terarah dan lebih berhasil. Itulah sebabnya seorang guru harus memiliki kemampuan dalam merencanakan pengajaran. Sehubungan dengan hal itu David Johnson (1979:9), mengatakan guru diharapkan merencanakan dan menyampaikan pengajaran, karena semua itu memudahkan siswa belajar. Pengajaran merupakan rangkaian peristiwa yang direncanakan untuk disampaikan, untuk menggiatkan dan mendorong belajar siswa yang merupakan proses merangkai situasi belajar (yang terdiri dari ruang kelas, siswa dan materi kurikulum) agar belajar menjadi lebih mudah.

Perencanaan/persiapan mengajar disusun secara bersama-sama dengan guru mata pelajaran yang serumpun yang tergabung dalam MGMP sekolah yang selanjutnya dimantabkan pada pertemuan MGMP tingkat kabupaten. Bahwa selain berguna sebagai alat kontrol, maka persiapan mengajar juga berguna sebagai sebagai pegangan guru sendiri (Hendiyat Soetopo & Wasty S, 1984:136). Demikian pula bahwa mengajar dengan perencanaan/Persiapan yang baik maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif yaitu peserta didik harus dijadikan pedoman setiapkali membuat persiapan mengajar (Tim Pembina Mata Kuliah Kurikulum. IKIP Surabaya (1988:48)

Untuk fokus yang kedua strategi guru dalam menjalin kerjasama dengan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, guru pada awal kegiatan belajar mengajar berupaya menjalin hubungan baik dengan semua siswa dengan memanfaatkan sedikit waktu untuk mengabsen siswa, juga mengadakan pendekatan dengan siswa dari bangku ke bangku yang lain ketika siswa mengerjakan tugas sambil melihat hasil pekerjaan siswa, seperti apa? mungkin pekerjaan siswa ada yang tidak sesuai dengan petunjuk, nah siswa yang semacam ini yang perlu diarahkan/dibimbing. Temuan peneliti diatas sesuai dengan pendekatan pengelolaan kelas yaitu pendekatan iklim sosio-emosional yang berlandaskan psikologi klinis dan konseling dengan mengasumsikan, bahwa kegiatan belajar mengajar yang efektif mempersyaratkan sosio-emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa juga antara siswa dengan siswa. Untuk tugas guru yang pokok dalam pengelolaan kelas adalah membangun atau menciptakan hubungan interpersonal dan mengembangkan iklim sosio emosional yang positif.

Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar, guru berusaha menyampaikan materi pelajaran dengan suara yang jelas, dengan menggunakan bahasa yang sederhana yang mudah dipahami siswa sehingga mampu menarik perhatian siswa, juga setiap pokok bahasan selalu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya: manfaat pelajaran bahasa Indonesia agar bisa berbahasa Indonesia yang benar, manfaat kimia untuk industri dan sebagainya.

Model pembelajaran yang diterapkan guru adalah model pemberian tugas secara kelompok, model tutor sebaya. Setiap masuk kelas apakah kegiatan siswa mengerjakan tugas atau praktikum, siswa dikelompok-kelompokkan, setiap kelompok terdiri dari 6-8 siswa dan untuk anak-anak yang pandai disebar, yang nantinya bisa di manfaatkan sebagai tutor sebaya, disini guru berfungsi sebagai fasilitator dan hasilnya akan diinformasikan kepada sesama temannya dengan bantuan siswa yang pandai-pandai yang sebelumnya sudah dikelompokkan.

Untuk mata pelajaran matematika, menggunakan model Grade Level Based Learning (GLBL) dimana kelas dibagi menjadi tiga bagian ada upper, midle dan low kemudian dipadukan dengan model Jigsaw , siswa dikumpulkan dalam tiga tingkatan, papan dijadikan 3 petak dengan diberi soal dengan level yang berbeda sesuai dengan kemampuan siswa, setelah itu dicross kemudian bentuk kelompok baru disitulah mereka saling mengisi, lalu di tes nilainya adalah gabungan dari siswa yang potensinya rendah, sedang dan tinggi. Akhirnya anak yang tidak bisa berusaha mencari tahu dari anak yang pintar, anak yang pintar berusaha memberi ilmunya pada anak yang tidak bisa dengan tujuan agar nilai rata-ratanya baik, sebab nilainya adalah nilai bersama. Jadi anak sepintar apapun kalau tidak berusaha membantu yang kemampuan di bawahnya jatuhlah nilainya, sehingga mereka mempunyai tanggung jawab untuk mengajari temannya yang nilainya rendah, juga kegiatan presentasi dari masing-masing kelompok diukur sebagai kerja sama (Sardiman,1986).

Untuk fokus ketiga yaitu pemberian motivasi belajar siswa, dalam penelitian ini ditemukan bahwa motivasi belajar siswa SMA Negeri Kepanjen bisa ditumbuhkan melalui latihan-latihan soal, pembelajaran di luar kelas, melibatkan siswa dalam kegiatan ilmiah, mengkomunikasikan hasil ulangan, menggunakan media pembelajaran, memberikan reinforcement dan memberi perhatian terhadap perkembangan prestasi maupun prilaku siswa.

Siswa SMA Negeri 1 Kepanjen rata-rata memiliki motivasi belajar yang tinggi, hal ini peneliti amati saat proses belajar mengajar berlangsung, semua siswa berusaha untuk memperhatikan dan mengikuti semua kegiatan dengan baik, kemudian adanya rasa bersaing dalam mengerjakan tugas maupun mencapai nilai yang baik, oleh karena itu guru berupaya mengelola pembelajaran di dalam kelas dengan menarik, sehingga motivasi belajar siswa tetap terpelihara dengan baik yang pada akhirnya siswa mampu mencapai prestasi yang optimal.(Mc Cleland)

SMA Negeri 1 Kepanjen memiliki target, prioritas siswa kelas III harus mampu menghadapi UAS dan UAN sehingga dalam kegiatan pembelajaran terutama yang berkaitan materi ujian akhir tersebut, setiap guru selalu berusaha memberi latihan-latihan soal baik melalui bimbingan belajar maupun pembelajaran yang efektif, misalnya mata pelajaran matematika kalau ulangan harian diberi soal-soal dengan bobot yang tinggi sehingga mereka mendapat nilai 4,5,6 tetapi kalau sudah ulangan semester mereka yang mendapat nilai 6 itu sedikit sekali, ternyata nilainya lebih bagus. Dengan diberi soal matematika yang bobot kesulitannya tinggi akan merangsang siswa untuk mengajukan berbagai pertanyaan, selanjutnya dijelaskan oleh guru, namun juga dalam latihan-latihan juga diberi soal yang bobot kesulitannya sedang, maupun yang mudah, sehingga anak-anak merasa senang dalam mengikuti pembelajaran matematika.

Mengingat pembelajaran di ruangan kelas kadang kala menjenuhkan, maka untuk menumbuhkan rasa senang belajar di luar kelas dengan memberi tugas melakukan wawancara, membuat kalimat, teks pidato, mendata penjualan di Kopsis . Dengan pembelajaran di luar kelas yang tentunya suasananya beda dan lebih menyenangkan, sehingga akan lebih memacu untuk lebih leluasa dalam mengembangkan aktifitasnya, mengungkapkan pendapatnya yang pada akhirnya siswa merasa lebih fresh dan dampaknya perolehan prestasi optimal.

SMA Negeri 1 Kepanjen merupakan lembaga pendidikan yang sudah mendapat kepercayaan dari berbagai instansi pemerintah dan perguruan tinggi, dalam menghasilkan siswa yang berpotensi, hal ini peneliti ketahui ada undangan dari berbagai instansi untuk mengikuti lomba-lomba ilmu pengetahuan maupun kegiatan ilmiah. Setiap tahun, sekolah memprogramkan pengayaan bagi siswa yang memiliki rangking 1s/d 5 untuk masing-masing kelas, dan mereka dipersiapkan untuk mengikuti lomba ilmu pengetahuan, siswa teladan dan karya ilmiah, baik tingkat nasional, propinsi maupun tingkat kabupaten.

Sekolah juga selalu mengkomunikasikan hasil prestasi belajar siswa melalui papan khusus yang tempatnya di depan ruang tata tertib, papan pengumuman hasil belajar tersebut fungsinya untuk menempelkan perolehan hasil balajar siswa, baik ulangan harian, ulangan per Kompetensi Dasar, ulangan mid semester, semester maupun rangking kelas, rangking paralel serta siswa yang harus mengikuti remedial. Juga mengkomunikasikan pada orang tua melalui buku raport. Pendapat Herzberg, pekerjaan itu sendiri dapat merupakan motivator yang kuat, yang memberikan kontribusi terhadap teori belajar, karena secara tradisional pekerjaan dianggap kebutuhan yang tidak menarik maka dianggap perlu adanya motivasi ekstrinsik.

Guru memiliki peranan kepemimpinan yang hakiki dalam hubungannya dengan produktivitas belajar. Ia memiliki tanggung jawab dalam menciptakan kondisi yang serentak memenuhi kebutuhan siswa dan kebutuhan tugas. Seorang pelajar jarang menyadari mengapa dia merasa leluasa dan dapat mengoptimalkan kemampuannya, tetapi ia memberi reaksi secara sadar terhadap “suasana yang diciptakan oleh gaya mengelola yang merupakan lambang sikap mendukung” (Gellerman, 1963). Adapun bentuk pemberian motivasi belajar kepada siswa yaitu guru-guru mengadopsi strategi “pengayaan tugas”. Pengayaan tugas mengandung arti bahwa guru mempunyai tanggung jawab yang jelas untuk merancang tugas-tugas belajar sedemikian rupa, sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk mendapat pengalaman dan suatu perasaan pencapaian pribadi, penghargaan, tanggung jawab, otonomi, kemajuan dan pertumbuhan.

Memperbaiki faktor kesehatan, seperti pengawasan ketat dan komunikasi yang lebih baik cenderung untuk meningkatkan hasil belajar yang bersifat sementara. Berlainan dengan itu, pengayaan tugas dapat mengakibatkan kepuasan, motivasi dan hasil belajar yang tahan lama.

Dari penelitian Frederick Herzberg dapat diperoleh sebuah model yang berguna dan relevan dengan kegiatan belajar, karena penekanan pada pengayaan tugas memberi kepada guru sebuah strategi yang kuat untuk mengembangkan serta memperkuat motivasi siswa.

Fokus keempat yaitu menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif. Untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif di SMA Negeri 1 Kepanjen, temuan peneliti sebagai berikut, bahwa semua warga khususnya yang ada di lingkungan SMA Negeri 1 Kepanjen memiliki budaya disiplin dan tertib dalam melaksanakan tugas, sekolah berupaya menciptakan lingkungan belajar yang aman, menciptakan suasana pembelajaran demokratis, memberi kesempatan siswa untuk bertanya tentang kesulitan pelajaran, menciptakan kemudahan siswa dalam mempelajari mata pelajaran eksak dan senantiasa berusaha untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.

Salah satu dari program kegiatan team tatib, adalah menciptakan lingkungan belajar yang aman yaitu dengan cara petugas tatib berkeliling untuk mengontrol kamar kecil, lokasi belakang sekolah, ke kantin sekolah, tempat parkir pada saat proses pembelajaran berlangsung. Sebab siswa seusia ini kadang kala ada yang senang nongkrong di tempat-tempat yang aman menurut mereka, kadang kala petugas tatib menangkap anak yang nongkrong di tempat tersebut sambil merokok, dengan langkah-langkah semacam itu maka bisa mengurangi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sekolah, mengadakan razia yang dibantu dengan guru pembimbing selama upacara bersama berlangsung. Dengan suasana lingkungan belajar yang aman siswa bisa mengikuti pelajaran dengan baik yang pada akhirnya bisa mencapai prestasi belajar yang optimal, begitu juga guru bisa menyampaikan materi dengan baik tanpa adanya gangguan dari siswa sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan dengan lancar dan target pembelajaran bisa tercapai.

Untuk menciptakan iklim pembelajaran yang menyenangkan dan siswa antusias dalam mengikuti pelajaran, seorang guru mengadopsi dari Quantum teaching yaitu menerapkan quesioner quantum dari angket tersebut guru akan mendapat data tentang type belajar siswa, bagaiman type belajar visual, auditorial dan kinestetik. Kemudian data mengenai sifat dan gaya belajar siswa tersebut dipakai untuk meletakkan posisi siswa, bila siswa tergolong visual maka posisi duduknya ditempatkan ditengah, kalau kinestetik ditempatkan di dekat pintu, kalau auditorial di tempatkan di belakang, demikian juga metode mengajarnya juga dibuat bervariasi. Kenyataannya dengan tekhnik-tekhnik semacam itu pembelajaran bias menyenangkan siswa. Selain strategi diatas dengan cara menciptakan suasana pembelajaran yang demokratis dimana semua siswa dilibatkan dalam kegiatan pembelajaran maupun dalam memecahkan persoalan-persoalan kelas dengan keputusan tetap ada pada siswa dengan guru sebagai fasilitator, hal tersebut didukung oleh Hasibuan (1988:174).

Agar pembelajaran menyenangkan siswa, guru berusaha menciptakan kemudahan siswa dalam mempelajari materi fisika, misalnya pelajaran fisika tidak banyak melibatkan matematika, jadi fisisnya yang ditonjolkan. Apa yang pernah dilihat anak, dikembangkan dalam pelajaran fisika di SMA, karena di SMA pelajaran fisika sudah pernah didapatkan pada pelajaran fisika di SMP, kemudian di SMA ditingkatkan dengan mempraktekkan di laboratorium dan soal-soalnya diharapkan tidak melibatkan materi matematika. Biasanya pelajaran fisika kalau sudah kena matematika, anak akan takut karena tidak bisa menyelesaikan persoalan matematika. Pada awalnya materi untuk siswa kelas X dan XI matematikanya dikurangi, fisisnya ditonjolkan tetapi kalau sudah masuk kelas III baru menggunakan analisa matematika dalam mata pelajaran fisika.

Dalam kegiatan belajar mengajar guru senantiasa berusaha menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, kalau saat guru menerangkan materi yang esensial maka suasana menjadi serius, namun juga guru kadang kala melontarkan kalimat-kalimat yang membuat siswa tertawa tetapi masih dalam koridor materi tersebut. Mengingat kelas III adalah sekolah tingkat akhir yang mempunyai beban dan tanggung jawab yang lebih besar, dimana mereka harus mempersiapkan diri untuk menghadapi Ujian Akhir Sekolah dan Ujian Akhir Nasional, harus juga merencanakan langkah apa yang harus dilakukan setelah tamat dari SMA. Melihat beban yang harus dihadapi siswa begitu komplek maka guru SMA Negeri 1 Kepanjen juga merasa empati terhadap kecemasan yang dialami siswa, dengan menciptakan iklim pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa merasa enjoy dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar dan harapannya bisa mencapai prestasi belajar yang optimal (Walberg & Greenberg, 1977)

Fokus kelima yaitu strategi dalam meningkatkan kedisiplinan siswa yaitu , SMA Negeri 1 Kepanjen mewajibkan semua siswa baru untuk mengisi format pernyataan tentang kesediaan siswa untuk mematuhi semua peraturan dan tata tertib yang berlaku di SMA Negeri 1 Kepanjen dengan mengetahui orang tua, apabila dikemudian hari siswa melanggar maka siswa harus bersedia untuk menerima sanksi bahkan kalau sering melakukan pelanggaran maka siswa dikembalikan ke orang tua. Demikian pada kegiatan orientasi siswa baru (MOS), mewajibkan siswa baru mengikuti latihan baris berbaris yang dibina oleh guru SMA Negeri 1 Kepanjen yang telah mendapatkan sertifikat pelatihan Latihan Baris Berbaris dengan penyelenggara DokDikJur Rampal Malang. Selanjutnya mewajibkan siswa baru mengikuti ekstra kurikuler Pramuka, karena kegiatan pramuka berisi kegiatan yang membentuk remaja yang memiliki kepribadian yang santun, jiwa patriotik dan pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan. Kegiatan ini dilaksanakan secara periodik yaitu setiap hari jum’at sore yang dibina oleh alumni yang tergabung dalam DA (Dewan Ambalan), juga ada pembina dari guru-guru SMA Negeri 1 Kepanjen yang aktif dan suka dengan kegiatan Kepramukaan.

Temuan peneliti diatas sesuai dengan pendapat Rohani (2004:22) guru mesti menyadari bahwa tanggung jawab dalam pengajaran khususnya untuk menghantarkan perkembangan dan perubahan lebih maju bagi diri peserta didik tidak boleh menafikan dan melupakan kenyataan bahwa suatu disiplin pada awalnya harus dipaksakan dari luar menuju kearah disiplin mandiri khususnya disiplin yang menyangkut aktifitas dalam kelas pengajaran

Untuk meningkatkan disiplin siswa, SMA Negeri 1 Kepanjen memiliki sistem pengendalian ketertiban yang sudah berjalan dengan baik, sistem ini dilaksanakan oleh petugas tatib bekerja sama dengan wakasek, guru piket, wali kelas, guru pembimbing dan dibantu oleh dua orang petugas satpam dan sebagai penanggung jawab dalam hal ini adalah Kepala sekolah. Petugas tatib bersama satpam setiap pagi berada di pintu gerbang depan dan pintu gerbang belakang, untuk memantau kelengkapan atribut seragam sekolah siswa, apabila menemui siswa yang seragamnya tidak sesuai dengan jadwal, atribut tidak lengkap, siswa terlambat, maka siswa yang melanggar setelah bel masuk dikumpulkan di sekretariat tatib, kemudian disuruh mengisi buku rekaman tentang jenis pelanggaran untuk ditindak lanjuti dengan memberikan sanksi. Secara umum anak-anak sudah memahami karena sebelumnya sudah disosialisasikan tentang tata tertib dan peraturan beserta sanksinya, yaitu mengumpulkan alat-alat kebersihan (misalnya: sapu, sulak, kain pel, keset dsb). Untuk meningkatkan pemantauan terhadap ketertiban siswa, pihak tatib selalu menginformasikan siswa yang melanggar kepada wali kelasnya masing-masing agar segera ditindak lanjuti dengan pembinaan wali kelas sehingga siswa tidak berani mengulangi lagi, namun bila sampai dua atau tiga kali siswa melanggar, maka tatib dan wali kelas mengirim ke guru pembimbing bahkan kalau perlu didatangkan orang tuanya, dengan harapan orang tua ikut membina di rumah.

Khususnya di SMA Negeri 1 Kepanjen, memang pengendalian ketertiban siswa dibuat sedemikian rupa sehingga bisa tercipta suasana yang tertib, aman dan terkendali terutama para guru hampir semua memberi teladan, misalnya begitu bel masuk berbunyi guru sudah berada di depan pintu kelas, demikian juga bel pelajaran berakhir, guru harus sudah mengakhiri sehingga anak-anak mengikuti bahkan begitu bel berbunyi anak-anak sudah ada di dalam ruangan kelas bahkan ada juga guru yang sudah menutup pintu kelas sehingga lima belas menit sebelum bel masuk anak sudah datang di sekolah. Temuan ini sesuai dengan pendapat yang dimuat dalam (Depdikbud, 1999:138), sekolah yang tertib, aman, dan teratur merupakan prasyarat agar siswa dapat belajar secara optimal. Kondisi semacam ini dapat terjadi jika disiplin di sekolah berjalan dengan baik. Kedisiplinan siswa dapat ditumbuhkan jika iklim sekolah menunjukakan kedisiplinan. Siswa baru akan segera menyesuaikan diri dengan situasi sekolah. Jika situasi sekolah disiplin, siswa akan ikut disiplin. Kepala sekolah memegang peran penting dalam membentuk disiplin sekolah, mulai dari merancang, melaksanakan, dan menjaganya.

Fokus keenam yaitu evaluasi proses belajar mengajar Berdasarkan temuan peneliti bahwa evaluasi proses belajar mengajar dilaksanakan pada awal pembelajaran, guru selalu melontarkan pertanyaan yang berkaitan dengan materi pertemuan sebelumnya. Kegiatan selanjutnya membahas materi inti yang sudah dipelajari siswa sebelumnya, sehingga saat guru membahas para siswa cepat memahaminya. Setelah itu guru memberikan beberapa persoalan dipapan tulis dengan memberi kesempatan siswa secara bergilir untuk mengerjakan kedepan dan 90% siswa mengerjakan soal tersebut dengan benar. Demikian pula bila melihat hasil nilai ulangan harian, rata-rata nilainya baik ( 85 – 100), dan hasil ulangan harian selalu dibagikan kepada siswa, ulangan semester dilaksanakan secara serempak bersama SMA yang ada di wilayah kabupaten Malang dengan perolehan hasil ulangan semester secara umum kelas X, 2 dan kelas 3 berada pada posisi rangking 1-2 dan data perolehan UAN berada posisi rangking 1-2 untuk wilayah kabupaten Malang. Evaluasi belajar mengajar yang dilaksanakan oleh guru orientasinya pada hasil belajar maupun kepada proses pembelajaran itu sendiri (Glaser,1965).

Kontrol adalah suatu pekerjaan yang dilakukan seorang guru untuk menentukan apakah fungsi organisasi serta pimpinanya telah dilaksanakan dengan berhasil mencapai tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Jika tujuan itu belum dicapai, maka seorang guru harus mengukur kembali serta mengatur situasi tetapi ia tidak boleh mengubah tujuannya. Jika seseorang guru mengadakan kontrol, maka ia melakukan: (1) mengevaluasi sistem belajar, (2) mengukur hasil belajar, dan (3) memimpin dengan berpedoman pada tujuan yang tertentu. Dengan jalan demikian, guru-manajer mencoba menentukan apakah kejadian-kejadian sesuai dengan apa yang direncanakan, dan jika terjadi kegagalan diubah menjadi suatu keberhasilan. Hal ini dilakukan dengan jalan memimpin dengan efektif. Hanya efektivitas dia yang dapat mengubah sumber menjadi hasil(Davies,1986:36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan, pertama strategi guru dalam membuat perencanaan pembelajaran sebelum tahun ajaran baru, kepala sekolah mewajibkan semua guru membuat perencanaan pembelajaran yang meliputi: silabus, analisa materi pelajaran (AMP), program tahunan, program semester, dan Rencana program pengajaran. Pembuatan program mengajar dibuat bersama-sama dengan para guru yang tergabung dalam Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di sekolah yang kemudian dimantabkan pada pertemuan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) tingkat Kabupaten. Selain perangkat mengajar, penataan ruangan belajar dan pengaturan siswa di dalam kelas, perlu disiapkan pula. Penataan kelas dan penempatan siswa dalam kelas telah diprogramkan oleh sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang sarana prasarana bekerjasama dengan wakil kepala sekolah bidang kurikulum, wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, guru pembimbing (BK) dan wali kelas. Mengajar dengan persiapan materi yang matang, penataan ruang belajar yang baik dan pengaturan penempatan siswa di kelas, maka pembelajaran berjalan dengan lancar dan tertib, demikian juga suasana kelas menjadi nyaman dan siswa bisa mengikuti pembelajaran dengan on task, yang pada akhirnya siswa bisa mencapai prestasi belajar yang optimal.

Kedua Membangun Kerjasama dengan Siswa dalam Pembelajaran. Membangun kerjasama dengan siswa, artinya dalam pembelajaran terjadi interaksi yang komunikatif atara guru dengan siswa. Upaya-upaya tersebut: (a) menjalin hubungan baik dengan siswa melalui kegiatan pembelajaran maupun kegiatan ekstrakurikuler, (b) berusaha menyampaikan materi dengan bahasa yang mudah di pahami siswa, (c) menghubungkan materi pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, (d) menggunakan model pembelajaran yang bervariasi. Dengan tategi ini suasana pembelajaran menjadi menyenangkan, sehingga siswa menjadi on task dalam pembelajaran.

Ketiga Pemberian Motivasi Terhadap Siswa, input siswa SMA Negeri Kepanjen, rata-rata tiap tahunnya tinggi, dan secara umum motivasi belajar siswa tinggi pula, maka pemberian motivasi belajar terhadap siswa diberikan dalam bentuk pemberian tugas dan reward: (a) pemberian latihan- latihan soal UAN, (b) pemberian tugas untuk praktek lapangan,(c) mengikut sertakan siswa dalam kegiatan ilmiah, (d) selalu mengkomunikasikan hasil belajar siswa, (e) memberikan penguatan/ reinforcement, (f) pembelajaran dengan menggunakan media, (g) memberikan layanan khusus. Kenyataannya di SMA Negeri 1 Kepanjen dengan pemberian motivasi dalam bentuk pemberian tugas, maka siswa termotivasi untuk mencapai prestasi belajar yang optimal.

Keempat Membangun Iklim Pembelajaran Yang Kondusif Dalam menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif di lingkungan SMA 1

Negeri Kepanjen, strategi yang diterapkan adalah sebagai berikut: (a) petugas tatib selalu mengantisipasi dengan berkeliling untuk mengontrol tempat-tempat yang rawan (kamar mandi, kantin, tempat parkir belakang), (b) mengadakan razia yang dilaksanakan oleh waka kesiswaan bekerjasama dengan petugas tatib dan guru pembimbing (BK), (c) guru berusaha memahami siswa dengan latar belakangnya, (d) guru berupaya menciptakan suasana pembelajaran yang demokratis, (e) guru bersedia untuk membantu siswa dalam memecahkan kesulitan belajar, dan (f) menciptakan kemudahan siswa dalam mempelajari materi pelajaran .

Kelima, Upaya dalam Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa

Karakteristik SMA Negeri 1 Kepanjen adalah semua warganya mulai dari

kepala sekolah, guru, karyawan dan siswanya memiliki budaya disiplin yang baik, adapun upaya dalam meningkatkan disiplin siswa sebagai berikut: (a) sekolah memiliki sistem pengendalian ketertiban yang dikelola dengan baik, (b) adanya keteladanan disiplin dalam sikap dan prilaku mulai dari pimpinan sekolah, guru dan karyawan, (c) mewajibkan siswa baru untuk mengikuti ekstrakurikuler Pramuka, (d) pada awal masuk sekolah guru bersama siswa membuat kesepakatan tentang aturan kelas, (e) memperkecil kesempatan siswa untuk ijin meninggalkan kelas, dan (f) setiap upacara hari senin diumumkan frekuensi pelanggaran terendah. Dengan strategi tersebut diatas kultur disiplin siswa bisa terpelihara dengan baik, suasana lingkungan belajar aman dan terkendali sehingga siswa bisa mencapai prestasi belajar yang optimal.

Keenam, Evaluasi Proses Belajar Mengajar, sebagai seorang manajer pembelajaran di kelas, guru mengadakan evaluasi, baik terhadap hasil belajar siswa maupun terhadap proses pembelajaran itu sendiri. Berdasarkan perolehan ulangan harian, ulangan semester, Ujian Akhir Sekolah, maupun Ujian Akhir Nasional menunjukkan hasil yang memuaskan. Untuk tingkat wilayah kabupaten Malang perolehan hasil ulangan semester, Ujian Akhir Sekolah, Ujian Akhir Nasional posisi rangking 1,2 dan 3 diraih oleh SMA Negeri 1 Kepanjen.

Keberhasilan SMA Negeri 1 Kepanjen dalam meraih semua ini didukung oleh kinerja guru yang bagus, input siswa tinggi, lingkungan pembelajaran yang kondusif, para guru memiliki komitmen untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Didukung pula oleh peranan kepala sekolah yang mengaktifkan

Musyawarah Guru Mata Pelajaran tingkat sekolah dan mengikut sertakan guru-guru dalam kegiatan Pendidikan dan Latihan yang mendukung tugasnya

serta menyediakan fasilitas pembelajaran yang menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah.

Saran

Bagi Sekolah. 1) pelaksanaan pengelolaan pembelajaran dan pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru – guru SMA Negeri 1 Kepanjen sudah berjalan dengan baik, hendaknya ditindak lanjuti dengan supervisi kelas yang dilakukan oleh kepala sekolah maupun instruktur mata pelajaran yang serumpun, 2) untuk meningkatkan kompetensi profesional perlu ditindak lanjuti dengan pengadaan DikLat tentang Quantum learning dan Quantum teaching , 3) salah satu aspek pemberian motivasi belajar siswa adalah tersedianya fasilitas dan media pembelajaran yang memadai di SMA Negeri 1 Kepanjen, oleh karena itu sekolah perlu menyediakan tenaga khusus untuk mengelola laboratorium beserta peralatannya sehingga pada saat guru mengajar fasilitas dan media itu sudah tersedia dan siap pakai, otomatis perawatan dan kebersihan media terpelihara, 4) upaya dalam meningkatkan disiplin siswa di SMA Negeri Kepanjen perlu dicontoh/dipelajari oleh SMA Negeri maupun swasta yang ada di wilayah Kabupaten Malang, baik dalam sistemnya maupun pelaksanaanya. Namun akan lebih kelihatan tertata apabila ruangan tatib diatur sedemikian rupa, pelaksanaan tata tertib dan peraturan sekolah perlu dikelola dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen, 5) dalam Penerimaan Siswa Baru, SMA Negeri 1 Kepanjen sudah waktunya untuk mengembangkan diri yaitu merekrut siswa melalui jalur prestasi akademis maupun jalur prestasi non akademis, karena SMA Negeri 1 Kepanjen dikalangan masyarakat sudah mendapat kepercayaan yang tinggi untuk mendidik putra putrinya menjadi siswa yang berkualitas.

Untuk Dinas Pendidikan, 1) memberikan sumbangan pemikiran dan masukan, peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan manajemen kelas dalam pembelajaran, 2) dalam pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi, hendaknya aspek prilaku dan kepribadian tetap menjadi kriteria kenaikan kelas dan kriteria pelulusan , 3) SMA Negeri 1 Kepanjen ditinjau dari komponen-komponen pendidikannya, input maupun para lulusannya memiliki kualitas yang bagus oleh karena itu sudah sepantasnya kalau SMA Negeri 1 Kepanjen dijadikan Pilot Project Sekolah Unggulan.

Untuk Peneliti Lain, dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan informasi serta referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti kasus-kasus sejenis mengenai Strategi Pengelolaan Kelas dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa.

DAFTAR RUJUKAN

Amatembun, NA. 1989. Manajemen Kelas, Penuntun Bagi Guru dan Calon Guru. Bandung, FIP IKIP Bandung.

Cangelosi, J.S. 1993. Classroom Management Strategies, Gaining and Maintaining Student Cooperation. Second Edition, by Logman Publishing Group.

Cooper, J.M. 1977. Classroom Teaching Skills. A Handbook. Lexingtong: De Health and Coy.

Davies, I, K. Tanpa tahun. Pengelolaan Belajar. Terjemahan oleh Sudarsono & Lily. 1986. Jakarta: C.V. Rajawali.

Direktorat Dikmenum, 2000. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku Konsep I dan Pelaksanaan MPMBS. Departemen Pendidikan Nasional.

Depdikbud Dikdasmen, 1997. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. 1998. Jakarta: Depdikbud.

Dimyati, M.,& Mudjiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hasibuan, J.J. 1988. Proses Belajar Mengajar Ketrampilan Dasar Pengajaran Mikro Bandung: Remadja Karya.

HM, Ahmad, R. 2004. Pengelolaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta.

Miles, M.B. & Huberman.A.M. 1992. Qualitative Data Analysis: A Course Book of New Methods. Beverly Hills: Sage Publications. Inc.

Spradley, J.P. 1980. Participant Observation Sydney, Holt, Rinehart and Winston.

Suryabrata ,S. 2002. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta: Fokusmedia.

Universitas Negeri Malang. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Penerbit Universitas Negeri Malang

Usman, M.U. 2003. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ditulis dalam Makalah Pengelolaan Kelas, Makalah Pengelolaan Pendidikan, Makalah Perencanaan Pembelajaran, Makalah ilmu Pendidikan. 15 Komentar - komentar »

Filsafat Pendidikan

Filsafat Pendidikan Islam
oleh : M. Ihsan Dacholfany

A. Pendahuluan

filsafatSetiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. 4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .

Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom). Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.

Selanjutnya bagaimanakah pandangan para ahli mengenai pendidikan dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.

Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3) Ada yang di didik atau si terdidik; dan (4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.

Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan al Sunnah.

Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education ).

Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi merdeka, dan seterusnya.

Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah : “ Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 )” Dan Hadis dari Nabi SAW : “ Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”

Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :

1. Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
3. Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam. Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini.

Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya.

Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar.

Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.

Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :

1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
3. Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
4. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya

Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.

Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.

C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam

Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.

D. Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam

Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :

1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.

E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam

Sebagai suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat hal sebagai berikut :

Pertama, bahan-bahan yang akan digunakan dalam pengembangan filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.

Kedua, metode pencarian bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan Weinsink.

Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.

Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.

F. Penutup

Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.

Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten. Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan. Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.

Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000

Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.

Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.

Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.

Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997

M. Ihsan Dacholfany adalah mahasiswa ISID 1997 – Staf Pengajar PP Gontor – Perpustakaan Darussalam)

Manusia Berfilsafat

Mengapa Manusia Berfilsafat?
Oleh : Pudjo Sumedi AS., Drs.,M.Ed.* dan Mustakim, S.Pd.,MM**

filsafatMengulang judul diatas, mengapa manusia berfilsafat? Kekaguman atau keheranan, keraguan atau kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan merupakan 3 hal yang mendorong manusia utuk berfilsafat.

Plato (filsuf Yunani, guru dari Aristoteles ) menyatakan bahwa : Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini memberi dorongan kepada kita untuk meyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal filsafat. Berbeda dengan Plato; Agustinus dan Rene Descartes beranggapan lain. Menurut mereka, berfilsafat itu bukan dimulai dari kekaguman atau keheranan, tetapi sumber utama mereka berfilsafat dimulai dari keraguan atau kesangsian. Ketika manusia heran, ia akan ragu-ragu dan mulai berpikir apakah ia sedang tidak ditipu oleh panca inderanya yang sedang keheranan?

Rasa heran dan meragukan ini mendorong manusia untuk berpikir lebih mendalam, menyeluruh dan kritis untuk memperoleh kepastian dan kebenaran yang hakiki. Berpikir secara mendalam, menyeluruh dan kritis seperti ini disebut dengan berfilsafat.

Bagi manusia, berfilsafat dapat juga bermula dari adanya suatu kesadaran akan keterbatasan pada dirinya. Apabila seseorang merasa bahwa ia sangat terbatas dan terikat terutama pada saat mengalami penderitaan atau kegagalan, maka dengan adanya kesadaran akan keterbatasannya itu manusia berfilsafat. Ia akan memikirkan bahwa diluar manusia yang terbatas, pastilah ada sesuatu yang tidak terbatas yang dijadikan bahan kemajuan untuk menemukan kebenaran yang hakiki.

A. Persoalan Filsafat

Ada enam persoalan yang selalu menjadi bahan perhatian para filsuf dan memerlukan jawaban secara radikal, dimana tiap-tiapnya menjadi salah satu cabang dari filsafat yaitu : ada, pengetahuan, metode, penyimpulan, moralitas, dan keindahan.

1. Tentang ”Ada”

Persoalan tentang ”äda” ( being ) menghasilkan cabang filsafat metafisika; dimana sebagai salah satu cabang filsafat metafisika sendiri mencakup persoalan ontologis, kosmologi ( perkembangan alam semesta ) dan antropologis ( perkembangan sosial budaya manusia ). Ketiga hal tersebut memiliki titik sentral kajian tersendiri.

2. Tentang ”Pengetahuan” ( knowledge )

Persoalan tentang pengetahuan ( knowledge ) menghasilkan cabang filsafat epistemologi ( filsafat pengetahuan ). Istilah epistemologi sendiri berasal dari kata episteme dan logos. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi, epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal tentang asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan.

3. Tentang ”Metode”( method )

Persoalan tentang metode ( method ) menghasilkan cabang filsafat metologi atau kajian / telaah dan penyusunan secara sistematik dari beberapa proses dan azas-azas logis dan percobaan yang sistematis yang menuntun suatu penelitian dan kajian ilmiah; atau sebagai penyusun ilmu-ilmu vak.

4. Tentang ”Penyimpulan”

Logika ( logis ) yaitu ilmu pengetahuan dan kecakapan untuk berpikir tepat dan benar. Dimana berpikir adalah kegiatan pikiran atau akal budi manusia. Logika sendiri dapat dibagi menjadi 2, yaitu logika ilmiah dan logika kodratiah. Logika bisa menjadi suatu upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti : Adakah metode yang dapat digunakan untuk meneliti kekeliruan pendapat? Apakah yang dimaksud pendapat yang benar? Apa yang membedakan antara alasan yang benar dengan alasan yang salah? Filsafat logika ini merupakan cabang yang timbul dari persoalan tentang penyimpulan.

5. Tentang ”Moralitas” ( morality )

Moralitas menghasilkan cabang filsafat etika ( ethics ). Etika sebagai salah satu cabang filsafat menghendaki adanya ukuran yang bersifat universal.

6. Tentang ”Keindahan”

Estetika adalah salah satu cabang filsafat yang lahir dari persoalan tentang keindahan. Merupakan kajian kefilsafatan mengenai keindahan dan ketidakindahan. Lebih jauhnya lagi, mengenai sesuatu yang indah terutama dalam masalah seni dan rasa serta norma-norma nilai dalam seni.

B. Ciri dan Permasalahan Filsafat

Filsafat tidak menyangkut fakta. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan bukan merupakan pertanyaan tentang hal-hal yang bersifat faktual.

Filsafat juga menyangkut keputusan-keputusan tentang nilai. Pertanyaan-pertanyaan atau persoalan filsafat merupakan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan keputusan tentang nilai-nilai.

Pertanyaan filsafat bersifat kritis. Salah satu tugas utama seorang filsuf adalah mengkaji dan menilai asumsi-asumsi, mengungkapkan maknanya dan menentukan batas-batas aplikasinya.

Pertanyaan kefilsafatan bersifat spekulatif. Pertanyaan-pertanyaan kefilsafatan melampaui batas-batas pengetahuan yang telah mapan.

Pertanyaan kefilsafatan bersifat sinoptik atau holistik, dengan pertanyaan seperti ini berarti filsafat memandang suatu masalah secara integral.

C. Karakteristik Pemikiran Kefilsafatan

1. Dalam pandangan. Kunto Wibisono (1997 ) dinyatakan bahwa karakteristik Berfikir Filsafat , yaitu :
2. Menyeluruh / Universal : Melihat konteks keilmuan tidak hanya dari sudut pandang ilmu itu sendiri
3. Mendasar : Mencari kebenaran dari ilmu itu sendiri
4. Spekulatif : Didasarkan kepada sifat manusia yang tidak dapat menangguk pengetahuan secara keseluruhan.
5. Radikal : berfikir sampai keakar-akarnya
6. Konseptual : memiliki kaidah-kaidah keilmuan yang jelas
7. Bebas : bebas dari nilai-nilai baik moral, etika, estetika.
8. Bertanggungjawab : hasil pengkaijian dapat dipertanggungjawabkan sebagai satu bidang kajian ilmiah.

Filsafat

Filsafat Naturalisme
A. Pendahuluan

filsafatPENYANYI sohor Iwan Fals, mungkin, bisa disebut menganut paham naturalisme. Ia menghargai begitu tinggi terhadap alam, dan beranggapan bahwa segala yang alamiah cenderung menjadi baik. Oleh karena itu, Iwan Fals menyerahkan sepenuhnya anak kesayangangannya bernama Galang Rambu Anarki untuk dididik oleh alam sekitarnya. Ia beranggapan, dirinya maupun keluarga yang lainnya, tak perlu campur tangan terhadap perkembangan si anak.

Itulah pendidikan paling demokrasis yang dilakukannya. Semua diserahkan kepada anak, keputusan apa pun yang diambil anak bergantung kepada anak itu sendiri. Anak mau mengenakan
Terbitkan Entri
baju warna hijau, merah, kuning, biru, dan sebagainya bergantung kepada kecenderungan dan kesenangan anak sendiri. Anak akan pergi ke sekolah, tempat kursus, les, atau tidak pergi ke mana pun, semua bergantung kepada anak itu sendiri. Ya, anak memiliki kebebasan yang sebebas-bebasnya sesuai dengan bawaan dan kepribadian yang diberikan alam kepadanya.

Sayangnya, anak yang namanya diabadikan dalam salah satu judul lagu yang sangat terkenal “Galang Rambu Anarki” itu meninggal dunia dalam usianya yang sangat dini, 21 tahun. Surat-surat kabar ketika itu memberitakan bahwa, Galang yang ketika itu terkena serangan jantung. Namun rumor yang lain menyebutkan bahwa remaja yang juga mulai menanjak kariernya sebagai penyanyi itu meninggal dunia akibat over dosis dalam mengonsumsi narkoba. Galang, bisa jadi, adalah “korban” penganut paham naturalisme.

Sejak saat itulah, konon, Iwan Fals merasa sangat menyesal dengan pendiriannya. Sejak saat itu pula, penampilannya yang “naturalis” dengan membebaskan kumis dan jenggotnya yang tidak terlalu lebat tumbuh secara alamiah diakhiri. Maka jengggot dan kumisnya pun dipangkas, rambutnya pun diptong rapih. Lagu-lagi yang diciptakan dan dinyanyikan setelah itu lebih terasa religius, meski tetap dalam nuansa lagu-lagu balada dan penuh kritik sosial.

Berikut kita kemukakan tentang paham naturalisme, baik sebagai aliran filsafat maupun sebagai sebuah aliran dalam filsafat pendidikan.. Makalah terdiri dari pengertia naturalisme secara filsafat; naturalisme menurut aliran filsafat pendikakan; tokoh-tokoh yang beraliran naturalisme; tujuan pendidikan naturalisme; dan proses pendidikan gaya naturalisme.

B. Naturalisme dalam Filsafat

NATURALISME merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah “nature” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah sebaliknya dari istilah supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang ada (wujud) di atas atau di luar alam ( Harold H. Titus e.al. 1984)

Materialisme adalah suatu istilah yang sempit dari dan merupakan bentuk dari naturalisme yang lebih terbatas. Namun demikian aliran ini pada akhirnya lebih populer daripada induknya, naturalisme, karena pada akhirnya menjadi ideologi utama pada negara-negara sosialis seperti Uni Soviet (kini Rusia) dan Republik Rakyat Cina (RRC). Materialisme umumnya mengatakan bahwa di dunia ini tidak ada kecuali materi, atau bahwa nature (alam) dan dunia fisik adalah satu.

Materialisme dapat diberikan definisi dengan beberapa cara. Di antaranya, pertama: Materialisme adalah teori yang mengatakan bahwa atom materi yang berada sendiri dan bergerak merupakan unsur-unsur yang membentuk alam, dan bahwa akal dan kesadaran (consiousness) termasuk di dalamnya. Segala proses fisikal merupakan mode materi tersebut dan dapat disederhanakan menjadi unsur-unsur fisik.

Kedua, definisi tersebut mempunyai implikasi yang sama, walaupun condong untuk menyajikan bentuk matarialisme yang lebih tradisional. Belakangan, doktrin tersebut dijadikan sebagai “energism” yang mengembalikan segala sesuatu kepada bentuk energi, atau sebagai suatu bentuk dari “positivisme” yang memberi tekanan untuk sains dan mengingkari hal-hal seperti ultimate nature of reality (realitas yang paling tinggi). Inilah yang pada akhirnya mereka ragu-ragu apakah tuhan benar-benar ada atau tidak, yang jelas mereka tidak mampu menjangkaunya. Bahkan sebagian mengingkari sama sekali sehingga menjadi atheis.

Democritus adalah seorang filosof Yunani Kuno yang hidup sekitar tahun 460-370 SM. Ia adalah atomis pertama, materialis pertama dan perintis sains mekanik. Ketika ditanya, “Alam ini dibuat dari apa?” atau “Apakah yang riil itu” ia menjawab, “Alam terdiri dari dua bagian. Pertama adalah atom, bagian yang sangat kecil sekali dan tak terbatas jumlahnya, mempunyai kualitas yang sama, tetapi mengandung perbedaan yang bemacam-macang tentang besar dan bentuknya. Kedua adalah ruang kosong di mana atom-atom tersebut bergerak.

Atom adalah terlalu kecil untuk dilihat mata, dan tak dapat rusak. Atom menggabungkan diri berkombinasi dengan cara bermacam-macam membentuk manusia, binatang, tanam-tanaman, batu-batuan dan sebagainya. Jika atom itu dalam jumlah yang sangat besar bertabrakan serta terpental ke berbagai jurusan, timbullah bermacam-macam benda. Atom ini bersama gerakan-gerakannya di angkasa merupakan penjelasan tentang fenomena-fenomena. Democritus merupakan seorang rasionalis yang mengatakan bahwa akal itu tahu benda-benda yang benar. Persepsi indra hanya memberi pengetahuan yang relatif.

Materialisme moderen mengatakan bahwa alam (universe) merupakan kesatuan material yang tak terbatas; alam termasuk di dalamnya segala materi dan energi (gerak atau tenaga) selalu ada dan akan tetap ada. Dan bahwa alam (world) adalah realitas yang keras, dapat disentuh, material, objektif, yang dapat diketahui oleh manusia. Materialisme moden mengatakan, materi ada sebelum jiwa (mind), dan dunia material adalah yang pertama. Sedangkan pemikiran tentang dunia ini adalah nomor dua.

Kelompok materialis, sebagaimana kelompok aliran-aliran lainnya tidak sepakat atas segala persoalan, atau tidak berpegang seluruhnya kepada persoalan-persoalan tersebut di atas. Dalam dunia sekarang, materialisme dapat mengambil salah satu dari dua bentuk, satu mekanisme atau materialisme mekanik (mechanistic materialism) dengan tekanan pada sains alam; dan kedua materialisme dialektik (dialectical materialsm) yang merupakan filsafat resmi Rusia, Cina, dan kelompok-kelompok komunis lainnya di seluruh dunia. Materialisme mekanik mempunyai daya tarik yang sangat besar oleh karena kesederhanaannya. Dengan menerima pendekatan itu, seseorang merasa telah dapat membebaskan diri dari problema-problema yang membingungkan yang selama beabad-abad. Apa yang riil (benar, sungguh-sungguh ada) dalam manusia adalah badannya, dan ukuran kebenaran atau realitas adalah sentuhan penglihatan dan suara, yakni alat-alat verifikasi eksperimental. (Juhaya S. Pradja, 1987)

Banyak ahli pikir berpendapat bahwa jika sains dapat menjelaskan segala sesuatu dengan sebab mekanik saja, akibatnya tak ada alasan untuk percaya kepada Allah dan tujuan dari alam. Hukum yang sama berlaku bagi manusia, binatang-binatang yang rendah dan planet. Kesadaran pikiran adalah hasil dari perubahan-perubahan dalam otak atau syaraf. Alam diatur dengan hukum fisik materi, walaupun hal itu menyangkut proses yang sangat kompleks dan halus dari akal manusia. Hidup hanya merupakan proses fisiologi dan hanya mempunyai arti fisiologi.

Banyak sekali ahli filsafat, humanis, idealis, pragmatis, dan lain-lain mengatakan bahwa materialisme mekanik tidak menjelaskan seluruh problem. Kebanyakan orang mengakui bahwa terdapat sistem di dunia yang dapat dijelaskan dengan secara mekanik dengan sebaik-baiknya, dan hanya sedikit orang yang mempersoalkan nilai pemakaian interprestasi mekanik di bidang di mana interpretasi tersebut membantu pemahaman kita. Tapi banyak orang menyangsikan prinsip-prinsip mekanik untuk memberikan dasar yang memuaskan bagi penjelasan segala bahwa materialisme adalah suatu contoh dari reductive fallacy yang terjadi jika situasi yang kompleks atau suatu keseluruhan yang sederhana. Contohnya, ketika seorang materialis mengatakan bahwa akal itu adalah sekadar bentuk dari materi, para kritikus mengatakan bahwa ia melakukan suatu kesalahan yaitu reduction yang kasar.

C. Naturalisme dalam Filsafat Pendidikan

Naturalisme dalam filsafat pendidikan mengajarkan bahwa guru paling alamiah dari seorang anak adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu, pendidikan bagi naturalis dimulai jauh hari sebelum anak lahir, yakni sejak kedua orang tuanya memilih jodohnya. Tokoh filsafat pendidikan naturalisme adalah John Dewey, disusul oleh Morgan Cohen yang banyak mengkritik karya-karya Dewey. Baru kemudian muncul tokoh-tokoh seperti Herman Harrell Horne, dan Herbert Spencer yang menulis buku berjudul Education: Intelectual, Moral, and Physical. Herbert menyatakan bahwa sekolah merupakan dasar dalam keberadaan naturalisme. Sebab, belajar merupakan sesuatu yang natural, oleh karena itu fakta bahwa hal itu memerlukan pengajaran juga merupakan sesuatu yang natural juga. Paham naturalisme memandang guru tidak mengajar subjek, melainkan mengajar murid.

Terdapat lima tujuan pendidikan paham naturalisme yang sangat terkenal yang diperkenalkan Herbert Spencer melalui esai-esainya yang terkenal berjudul “Ilmu Pengetahuan Apa yang Paling Berharga?”. Kelima tujuan itu adalah (1) Pemeliharaan diri; (2) Mengamankan kebutuhan hidup; (3) Meningkatkan anak didik; (4) Memelihara hubungan sosial dan politik; (5) Menikmati waktu luang.

Spencer juga menjelaskan enam prinsip dalam proses pendidikan beraliran naturalisme. Delapan prinsip tersebut adalah (1) Pendidikan harus menyesuaikan diri dengan alam; (2) Proses pendidikan harus menyenangkan bagi anak didik; (3) Pendidikan harus berdasarkan spontanitas dari aktivitas anak; (4) Memperbanyak imlu pengetahuan merupakan bagian penting dalam pendidikan; (5) Pendidikan dimaksudkan untuk membantu perkembangan fisik, sekaligus otak; (6) Praktik mengajar adalah seni menunda; (7) Metode instruksi dalam mendidik menggunakan cara induktif; (8) Hukuman dijatuhkan sebagai konsekuensi alam akibat melakukan kesalahan. Kalaupun dilakukan hukuman, hal itu harus dilakukan secara simpatik. (J. Donald Butler :tt)

D. Penutup

Demikianlah naturalisme sebagai aliran filsafat maupun aliran filsafat pendidikan, memiliki kelebihan maupun kelemahan. Kelebihan utama aliran ini adalah penghargaannya yang tinggi terhadap alam, termasuk anak yang lahir secara alamiah akan cenderung baik. Paham ini bisa melahirkan manusia-manusia demokratis, sebab segala sesuatu dikembalikan pribadi masing-masing.

Namun kelemahan utama aliran ini adalah bahwa anak yang lahir juga dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika lingkungan di sekitar baik, maka anak tersebut cenderung baik. Sebaliknya, jika kehidupan di sekitarnya buruk, anak cenderung berkembang ke arah buruk. Kasus Galang Rambu Anarki, putera Iwan Fals, bisa jadi karena lingkungan tidak memadai untuk keberlangsungan hidupnya, sehingga ia harus meninggal dunia di usianya yang amat dini.

Filsafat Pendidikan

Idealisme dalam Filsafat Pendidikan
A. Pendahuluan

filsafatFILSAFAT dan filosof berasal dari kata Yunani “philosophia” dan “philosophos”. Menurut bentuk kata, seorang philosphos adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup iku menentukan arah dan tujuan proses pendidikan.

Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan sebelumnya.

Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi jika ada masalah atas pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis, wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan menyelesaikannya.

Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya. Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir, berperasaan, dan berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya. Adapun proses pendidikan dilakukan secara terus menerus dilakukan dari generasi ke generasi secara sadar dan penuh keinsafan.

Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Dalam memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh factor-faktor lain seperti latar belakangpribadi para ahli tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di suatu tempat.

Ajaran filsafat yang berbada-beda tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa yang disebut aliran (sistem) suatu filsafat. Tetapi karena cara dan dasar yang dijadikan criteria dalam menetapkan klasifikasi tersebut berbeda-beda, maka klasifikasi tersebut berbeda-beda pula.

Seorang ahli bernama Brubacher membedakan aliran-aliran filsafat pendidikan sebagai: pragmatis-naturalis; rekonstruksionisme; romantis naturalis; eksistensialisme; idealisme; realisme; rasional humanisme; scholastic realisme; fasisme; komunisme; dan demokrasi. Pengklasifikasian yang dilakukan oleh Brubracher sangat teliti, hal ini dilakukan untuk menghindari adanya overlapping dari masing-masing aliran.

Sebagian ahli mengklasifikasikan aliran filsafat pendidikan ke dalam tiga kategori. Yaitu, kategori filsafat pendidikan akademik skolastik, kategori filsafat religious theistic, dan kategori filsafat pendidikan social politik. Filsafat pendidikan akademik skolastik meliputi dua kelompok yang tradisonal meliputi aliran perenialisme, esensialisme, idealisme, dan realisme, dan progresif meliputi progresivisme, rekonstruksionisme, dan eksistensialisme. Filsafat religious theistik meliputi segala macam aliran agama yang paling tidak terdiri dari empat besar agama di dunia ini, dengan segala variasi sekte-sekte agama masing-masing. Sedangkan filsafat pendidikan social politik terdiri dari humanisme, nasionalisme, sekulerisme, dan sosialisme.

Makalah ini hanya membahas masalah aliran idealisme, untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan. Makalah terdiri dari pengertia idealisme secara filsafat; idealisme menurut aliran filsafata pendikakan; dan tokoh-tokoh yang beraliran idealisme.

B. Aliran Filsafat Idealisme

Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.

Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea, sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.

Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.

Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.

Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata. Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama, yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi, ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua, adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak, karena idea merupakan wujud yang hakiki.

Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.

Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia. Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya. Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56). Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan idea.

Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga, rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentuk-bentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan, dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma. Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan (boraton genos) dan dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej, 2988:19).

Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan buah pikirannya yang pokok dan utama.

Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang keabadian. Yang keempat, buah pikiran tentang alam/cosmos, yang kelima, pandangannya tentang ilmu pengetahuan (Ali, 1990:28).

C. Idealisme dan Filsafat Pendidikan

Aliran filsafat idealisme terbukti cukup banyak memperhatikan masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik pendidikan. William T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne (1874-1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New York.

Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E. Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunnya yang mencerminkan kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan adalah Philosophy of Education dan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.

Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual.

Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang tidak banyak bermakna.

Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.

Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.

Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.

Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa; (3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.

Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual.

Filsafat Ilmu

Filsafat Ilmu
A. Pengertian Filsafat Ilmu

filsafat

Untuk memahami arti dan makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat Ilmu, yang disusun oleh Ismaun (2001)

* Robert Ackerman “philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”. (Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.
* Lewis White Beck “Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole. (Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan)
* A. Cornelius Benjamin “That philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines. (Cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.)
* Michael V. Berry “The study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”. (Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.)
* May Brodbeck “Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.” (Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.
* Peter Caws “Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error. (Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu apa yang filsafat seumumnya melakukan pada seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : di satu pihak, ini membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketakajegan dan kesalahan
* Stephen R. Toulmin “As a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”. (Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbinacangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika).

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti :

* Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia yang membuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
* Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
* Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional ? (Landasan aksiologis). (Jujun S. Suriasumantri, 1982)

B. Fungsi Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :

* Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
* Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
* Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
* Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
* Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989)

Sedangkan Ismaun (2001) mengemukakan fungsi filsafat ilmu adalah untuk memberikan landasan filosofik dalam memahami berbagi konsep dan teori sesuatu disiplin ilmu dan membekali kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Selanjutnya dikatakan pula, bahwa filsafat ilmu tumbuh dalam dua fungsi, yaitu: sebagai confirmatory theories yaitu berupaya mendekripsikan relasi normatif antara hipotesis dengan evidensi dan theory of explanation yakni berupaya menjelaskan berbagai fenomena kecil ataupun besar secara sederhana.

C.Substansi Filsafat Ilmu

Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan: (1) fakta atau kenyataan, (2) kebenaran (truth), (3) konfirmasi dan (4) logika inferensi.

1.Fakta atau kenyataan

Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.

* Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
* Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
* Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
* Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
* Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.

Di sisi lain, Lorens Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta obyektif dan fakta ilmiah. Fakta obyektif yaitu peristiwa, fenomen atau bagian realitas yang merupakan obyek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. Sedangkan fakta ilmiah merupakan refleksi terhadap fakta obyektif dalam kesadaran manusia. Yang dimaksud refleksi adalah deskripsi fakta obyektif dalam bahasa tertentu. Fakta ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoritis. Tanpa fakta-fakta ini bangunan teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang diungkapkan dalam istilah-istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi ilmiah.

2. Kebenaran (truth)

Sesungguhnya, terdapat berbagai teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3 teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik (Jujun S. Suriasumantri, 1982). Sementara, Michel William mengenalkan 5 teori kebenaran dalam ilmu, yaitu : kebenaran koherensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik dan kebenaran proposisi. Bahkan, Noeng Muhadjir menambahkannya satu teori lagi yaitu kebenaran paradigmatik. (Ismaun; 2001)

a. Kebenaran koherensi

Kebenaran koherensi yaitu adanya kesesuaian atau keharmonisan antara sesuatu yang lain dengan sesuatu yang memiliki hirarki yang lebih tinggi dari sesuatu unsur tersebut, baik berupa skema, sistem, atau pun nilai. Koherensi ini bisa pada tatanan sensual rasional mau pun pada dataran transendental.

b.Kebenaran korespondensi

Berfikir benar korespondensial adalah berfikir tentang terbuktinya sesuatu itu relevan dengan sesuatu lain. Koresponsdensi relevan dibuktikan adanya kejadian sejalan atau berlawanan arah antara fakta dengan fakta yang diharapkan, antara fakta dengan belief yang diyakini, yang sifatnya spesifik

c.Kebenaran performatif

Ketika pemikiran manusia menyatukan segalanya dalam tampilan aktual dan menyatukan apapun yang ada dibaliknya, baik yang praktis yang teoritik, maupun yang filosofik, orang mengetengahkan kebenaran tampilan aktual. Sesuatu benar bila memang dapat diaktualkan dalam tindakan.

d.Kebenaran pragmatik

Yang benar adalah yang konkret, yang individual dan yang spesifik dan memiliki kegunaan praktis.

e.Kebenaran proposisi

Proposisi adalah suatu pernyataan yang berisi banyak konsep kompleks, yang merentang dari yang subyektif individual sampai yang obyektif. Suatu kebenaran dapat diperoleh bila proposisi-proposisinya benar. Dalam logika Aristoteles, proposisi benar adalah bila sesuai dengan persyaratan formal suatu proposisi. Pendapat lain yaitu dari Euclides, bahwa proposisi benar tidak dilihat dari benar formalnya, melainkan dilihat dari benar materialnya.

f.Kebenaran struktural paradigmatik

Sesungguhnya kebenaran struktural paradigmatik ini merupakan perkembangan dari kebenaran korespondensi. Sampai sekarang analisis regresi, analisis faktor, dan analisis statistik lanjut lainnya masih dimaknai pada korespondensi unsur satu dengan lainnya. Padahal semestinya keseluruhan struktural tata hubungan itu yang dimaknai, karena akan mampu memberi eksplanasi atau inferensi yang lebih menyeluruh.

3.Konfirmasi

Fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk yang akan datang, atau memberikan pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan sebagai konfirmasi absolut atau probalistik. Menampilkan konfirmasi absolut biasanya menggunakan asumsi, postulat, atau axioma yang sudah dipastikan benar. Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif, ataupun reflektif.

4.Logika inferensi

Logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistik menampilkan kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik.

Post-positivistik dan rasionalistik menampilkan kebenaran koheren antara rasional, koheren antara fakta dengan skema rasio, Fenomena Bogdan dan Guba menampilkan kebenaran koherensi antara fakta dengan skema moral. Realisme metafisik Popper menampilkan kebenaran struktural paradigmatik rasional universal dan Noeng Muhadjir mengenalkan realisme metafisik dengan menampilkan kebenaranan struktural paradigmatik moral transensden. (Ismaun,200:9)

Di lain pihak, Jujun Suriasumantri (1982:46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru dianggap sahih kalau penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu, yakni berdasarkan logika. Secara garis besarnya, logika terbagi ke dalam 2 bagian, yaitu logika induksi dan logika deduksi.

D. Corak dan Ragam Filsafat Ilmu

Ismaun (2001:1) mengungkapkan beberapa corak ragam filsafat ilmu, diantaranya:

* Filsafat ilmu-ilmu sosial yang berkembang dalam tiga ragam, yaitu : (1) meta ideologi, (2) meta fisik dan (3) metodologi disiplin ilmu.
* Filsafat teknologi yang bergeser dari C-E (conditions-Ends) menjadi means. Teknologi bukan lagi dilihat sebagai ends, melainkan sebagai kepanjangan ide manusia.
* Filsafat seni/estetika mutakhir menempatkan produk seni atau keindahan sebagai salah satu tri-partit, yakni kebudayaan, produk domain kognitif dan produk alasan praktis.

Produk domain kognitif murni tampil memenuhi kriteria: nyata, benar, dan logis. Bila etik dimasukkan, maka perlu ditambah koheren dengan moral. Produk alasan praktis tampil memenuhi kriteria oprasional, efisien dan produktif. Bila etik dimasukkan perlu ditambah human.manusiawi, tidak mengeksploitasi orang lain, atau lebih diekstensikan lagi menjadi tidak merusak lingkungan.

Daftar Pustaka

Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung: PPS-IKIP Bandung.

Achmad Sanusi, (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : MajelisPendidikan Tinggi Muhammadiyah.

Agraha Suhandi, Drs., SHm.,(1992), Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya, (Diktat Kuliah), Bandung : Fakultas Sastra Unpad Bandung.

Filsafat_Ilmu,

Ismaun, (2001), Filsafat Ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.

Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Sinar Harapan.

Mantiq, .

Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia

Muhammad Imaduddin Abdulrahim, (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)